TEMPO.CO, Jakarta -Buruh masih belum menyepakati upah minimum Provinsi DKI Jakarta yang baru yang berjumlah Rp 2,4 juta. Pasalnya, mereka mengaku tak ikut dalam perundingan penetapan UMP tersebut. "Dalam perundingan itu kami walkout karena tuntutan kami tak dipenuhi, karena itu nilai UMP sekarang batal dan cacat hukum," ujar Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Muhammad Rusdi dalam diskusi di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 2 Oktober 2013.
Ia mengatakan, buruh menuntut UMP sebesar Rp 3,7 juta dengan penambahan item dalam komponen kebutuhan hidup layak (KHL) yang tadinya cuma 60 menjadi 84. Penambahan item ini termasuk jaket, kipas angin, bedak, televisi, handphone, minyak wangi, dan lainnya. "Item-item ini sesuai kebutuhan riil di lapangan dan berdasarkan hasil riset kami. Buruh sangat membutuhkannya," ucapnya berapi-api.
Selain itu, dia melanjutkan, selama ini banyak permasalahan yang mewarnai penetapan UMP namun terus didiamkan baik oleh pemerintah maupun pengusaha. Misalnya, biaya transportasi buruh di Jakarta yakni Rp 600 ribu per bulan tapi faktanya hanya dihitung Rp 200 ribu. "Ada gap yang besar di sini dan itu tetap dibiarkan," katanya.
Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit menuturkan, permintaan buruh sudah mengada-ada dan tidak bisa dibenarkan lagi. "Yang namanya upah minimum itu ada syaratnya, yaitu berlaku hanya untuk usia lajang berusia 25 tahun. Jika mereka menuntut penambahan item dengan menginginkan rumah itu sudah tidak benar," kata dia.
Anton pun menuturkan, pihaknya akan menerima tuntutan buruh asal dengan cara yang beradab karena mekanismenya adalah tuntutan, negosiasi, baru demo. Yang ada sekarang, demo terlebih dahulu baru negosiasi.
Tuntutan buruh sudah melebihi batas KHL
<